Sabtu, 16 Mei 2009

Pendapatan Nasional

Pendapatan Nasional

Pendapatan nasional merupakan tolak ukur dari makro ekonomi dalam menilai suatu keberhasilan, disamping, produk nasional, tingkat kesempatan kerja, tingkat harga, dan posisi pembayaran luar negeri.

Konsep-Konsep yang Digunakan

a. GDP dan GNP (konsep kewilayahan dan kewarganegaraan)

  • Konsep kewilayahan dikenal dengan angka GDP (Gross Domestic Product) yaitu menghitung besarnya nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh penduduk yang berada di wilayah negara tersebut, baik kegiatan yang dilakukan warga Negara itu sendiri maupun WNA.
  • Konsep kewarganegaraan dikenal dengan angka GNP (Gross Nationals Product) yaitu menghitung besarnya nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh warga negara itu sendiri baik yang berada di dalam negeri, maupun di luar negeri
  • Hubungan antara GDP dan GNP secara singkat dapat ditulis sbb:
    GDP = GNP – Net factors income from abroad

b. GNP dan Pendapatan Pribadi

  • NNP = GNP – Penyusutan 
    NNP (Net National Product) diperoleh dari pengurangan GNP terhadap penyusutan.
  • NI = NNP - pajak tidak langsung
    NI diperoleh dengan mengurangi NNP dengan pajak tidak langsung
  • DI = NI – Pajak langsung + transfer
    DI (Disposible Income) adalah pendapatan siap pakai diperoleh dengan cara mengurangi NI dengan pajak langsung kemudian ditambah dengan transfer
  • PI = DI- Pajak pribadi
    PI (Personal Income) diperoleh dengan cara mengurangi DI dengan Pajak pribadi

c. GDP riil dan GDP nominal

GDP riil mengukur nilai semua barang dan jasa dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar pada periode dasar. Sedangkan GDP nominal mengukur nilai semua barang dan jasa dalam suatu periode tertentu menurut harga pasar yang berlaku pada periode tersebut.
Dengan mengetahui GDP riil dan GDP nominal, kita akan mendapatkan Deflator GDP( indikator untuk mengukur inflasi didasarkan atas perhitungan semua barang dan jasa yang diproduksi)
Secara matematis dapat ditulis sbb:
                    GDP nominal
GDP riil =  _________
                   Deflator GNP

Perhitungan Pendapatan Nasional

Secara teoritik, perhitungan GNP dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu :

1. Pendekatan Produksi (Production approach), pendekatan ini menghasilkan gross national product atau GNP.

Menurut pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu Negara dalam jangka satu tahun. Adapun unit-unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam lapangan usaha sbb:
i. Sektor pertanian
ii. Sektor pertambangan
iii. Sektor industri
iv. Sektor bangunan
v. Sektor perdagangan
vi. Sektor listrik, gas, dan air minum
vii. Sektor bank dan lembaga keuangan lainnya
viii. Sektor perhubungan dan telekomunikasi
ix. Sektor pemerintahan dan Hankam
x. Sektor sewa rumah
xi. Sektor jasa-jasa lainnya.
Secara matematis pendekatan ini dapat ditulis sebagai :
  n 
 Y = รค Pi. Qi = P1.Q1 + P2.Q2 + … + P11 . Q11
  i = 1
 
 dimana :
 n = 11 sektor dalam pengukuran pendapatan nasional
 Pi = harga produk ke-i
 Qi = kuantitas produk ke- i

Kelemahan pendekatan produksi

  • Kualitas barang yang dihasilkan bervariasi, ada yang bermutu tinggi dan rendah sehingga perlu standarisasi kualitas
  • Harga bervariasi untuk komoditi yang sama, akibatnya dapat mempersulit perhitungan

2. Pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan ini menghasilkan gross national income atau GNI.

Menurut pendekatan pendapatan, PDB adalah jumlah balas jasa yang diterima factor-faktor produksi (upah, sewa, laba, bunga,dll)* yang ikut dalam proses produksi di wilayah suatu Negara dalam jangka satu tahun.

Secara matematis dapat dituli sebagai :
Y = Y rent + Y gaji/upah + Y interest + Y profit

Kelemahan pendekatan pendapatan

  • Seringkali jasa yang sama seperti tenaga kerja tidak dihargai dengan upah yang sama misal upah tenaga kerja antara Eropa, Asia atau Amerika
  • Bunga sering berfluktuasi selama satu tahun, dll

3. Pendekatan pengeluaran (expenditure approach), pendekatan ini menghasilkan gross national expenditure atau GNE.

PDB adalah komponen permintaan akhir seperti:
a. konsumsi, 
b. investasi, 
c. pengeluaran pemerintah, dan
d. perdagangan luar negeri (ekspor dan impor)

Secara matematis, komponen diatas dapat dituliskan sebagai :
 Y = C + I + G + (X - M)
 dimana :
 Y = GNP
 C = konsumsi
 I = investasi
 G= pengeluaran pemerintah
 X = ekspor, dan
 M = impor, sehingga (X-M) adalah ekspor bersih

Pengeluaran pemerintah dibagi dua, yaitu :
a.) Goverment expenditure (G) adalah pengeluaran pemerintah dengan imbalan berupa barang-barang dan jasa, misalnya untuk membangu sebuah gedung.
b.) Transfer payment (Tr) adalah penegluaran pemerintah yang tidak memperoleh imbalan berupa barang dan jasa. Misalkan bantuan bencana alam, bea siswa, uang pensiun, dan sebagainya.

Bentuk persamaan di atas, merupakan perekonomian empat sektor atau perekonomian terbuka.
Pendekatan di atas menyebutkan bahwa pendapatan = produk = pengeluaran (GNP = GNI = GNE). Dengan demikian ketiga pendekatan tersebut menghasilkan nilai yang sama. Selain itu, ketiga istilah di atas boleh saling dipertukarkan karena memang senatiasa memberikan pengertian yang sama. 

Kelemahan pendekatan Pengeluaran adalah tidak memperhitungkan pengeluaran untuk barang yang dihasilkan sendiri. Misalkan petani penghasil beras, kemudian sebagian beras tersebut dikonsumsi sendiri tetapi tidak dihitung sebagai pengeluaran. 

*Bentuk pendapatan dari factor-faktor produksi, yaitu 
a Upah dan gaji (wages and salaries), adalah balas jasa untuk faktor produksi tenaga kerja.
b Bunga (interest), yaitu balas jasa untuk faktor produksi modal
c Sewa ( rent), adalah balas jasa untuk faktor produksi natural resources.
d Laba perusahaan bukan perseroan (profit of unincorporated firms), merupakan usaha yang dijalankan oleh perseorangan tanpa adanya ikatan-ikatan dengan sektor formil lainnya. Misalnya, hasil pertanian, dokter, guru dan sebagainya.
e dividen (dividends), yaitu bagian laba perseoan yang diterima oleh para pemegang saham.
f Pajak atas laba perusahaaan perseroan (corporation prifit tax), yaitu bagian laba yang tidak dibayarkan perusahaan pada pemegang saham, tetapi dibayarkan pada pemerintah sebagai pajak.
g Laba ditahan (undivided corporation profit) yaitu laba yang tidak dibagi kepada para pemegang saham, dengan tujuan untuk ekspansi perusahaan.
h Pajak tak langsung perusahaan (indirect business tax ), adalah pajak yang dikenakan kepada perusahaan, tetapi perusahaan membebankan pajak tersebut kedalam output yang dijualnya sehingga menyebabkan tingginya harga jual.
i Penyusutan (depreciation) adalah niali modal yang hilang selama masa pemakaiannya.


Manfaat Perhitungan Pendapatan Nasional

  • Mengetahui dan Menelaah Susunan atau Struktur Perekonomian (apakah kategori negara industri, pertanian, atau jasa)
  • Membandingkan Kemajuan Perekonomian dari Waktu ke Waktu (apakah naik atau turun, apa ada perubahan struktur dari agraris ke industri,dll)
  • Membandingkan Perekonomian Antar Negara atau Antar Daerah (melihat rasio antara PN dengan jumlah penduduk)
  • Merumuskan Kebijakan Pemerintah (untuk menentukan anggaran untuk masing-masing unit ekonomi)

Bank dunia membedakan empat kategori untuk menunjukkan golongan pendapatan perkapita di berbagai negara, sbb:

  1. Golongan Negara dengan pendapatan rendah (low income countries), yaitu kelompok negara yang memiliki pendapatan kurang dari US $765
  2. Golongan negara dengan pendapatan menengah yang rendah (Low middle-income countries), yaitu kelompok negara yang memiliki pendapatan perkapita antara US $766-US $3.035
  3. Golongan negara dengan pendapatan menengah yang tinggi (upper middle-income countries), yaitu kelompok negara yang memiliki pendapatan per kapita antara US $3.036-US $9.385
  4. Golongan Negara kaya (high income countries), yaitu kelompok negara yang memiliki pendapatan per kapita US $9.386 atau lebih





Minggu, 10 Mei 2009

Manajemen Permodalan Bank Syariah

MANAJEMEN PERMODALAN BANK

Modal bank:

Jumlah dana yang ditanamkan dalam suatu perusahaan oleh para pemiliknya untuk pembentukan suatu badan usaha dan dalam perkembangannya modal tersebut dapat susut karena kerugian ataupun berkembang karena keuntungan-keuntungan yang diperoleh(Teguh Pujo Muljono,1996)


Tujuan:

1. Untuk mengetahui arti penting modal bagi operasional bank dalam hubungannya dengan fungsi modal dalam mencapai profitabilitas

2. Untuk memahami cara perhitungan kecukupan modal bank (CAR/KPMM)*dan penentuan jumlah modal ideal yang harus dipenuhi oleh bank


Fungsi Modal Bank:

  1. Melindungi deposan (deposan adalah mereka yang menyimpan dananya di bank berupa giro, tabungan, dan deposito)
  2. Menjamin kelangsungan operasional. Dengan modal sendiri bank memulai kegiatan operasi mereka termasuk membangun atau membeli gedung kantor dan peralatan.
  3. Memenuhi standar modal minimum. Standar kecukupan modal sering disebut dengan CAR (Capital Adequacy Ratio) atau KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum)


Modal dibedakan menjadi:(PBI. No:7/13/PBI/2005 Ttg KPMM Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah)

I. Modal inti (tier 1):

1. Modal Disetor

2. Cadangan tambahan modal:

· Faktor Penambah

- Agio Saham

- Modal Sumbangan

- Cadangan Umum

- Cadangan Tujuan

- Laba tn lalu stlh pjk

- Laba th berjalan stlh perkiraan pjk (50%)

- Selisih Lap.keu cbg LN

- Dana setoran modal

· Faktor Pengurang

- Disagio

- Rugi th lalu

- Rugi th berjalan

- Selisih krg lap keu cbg LN

- Penurunan penyertaan portofolio tersedia u dijual

II. Modal Pelengkap (tier 2):

· Selisih penilaian kembali AT

· Cadangan umum dr PPAP setinggi-tingginya1,25% dr ATMR

· Modal pinjaman

- Berdasar prinsip qard

- Tdk dijamin o/ bank penerbit &sifatnya = modal &dibyr pnh

- Tidak dpt ditarik atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI

· Investasi subordinasi max 50% dr modal inti dg criteria:

- Berdasar prinsip mudharabah atau musyarakah

- Ada perjanjian tertulis antara bank dg investor

- Ada persetujuan dr BI

- Tdk dijamin o/ bank ybs dan disetor penuh

- Jk wkt min. 5 tahun

- Pelunasan sblm jatuh tempo hrs ada persetujuan BI

- Jk terjadi likuidasi hak tagih berlaku paling akhir

· Peningkatan nilai penyertaan pd portofolio yg tersedia dijual max 45%

III. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3):

· Digunakan u/memperhitungkan resiko pasar

· Investasi subordinasi jk pendek sesuai kriteria BI:

- berdasar prinsip mudharabah atau musyarakah

- disetor penuh

- ada klausula yg mengikat yaitu tdk dpt dilakukan penarikan angsuran pokok, apabila pembayaran tsb menyebabkan KPMM bank tdk terpenuhi

- terdpt perjanjian penempatan investasi subordinasi yg jls+jadwal pelunasannya

- ada perse7an dr BI

· Memperhitungkan risiko psr dg kriteria:

- tdk melebihi 250% dr modal inti yg dialokasi u/risiko psr

- tier 2 dan tier 3 max 100% dr modal inti

· Tier 2 yg tdk digunakan dpt ditambahkan u/ tier 3

· Investasi subordinasi yg melebihi 50% dr modal inti dpt digunakan u/tambahan tier 3


Rasio Kecukupan Modal

Rasio Kecukupan Modal disebut juga CAR= KPMM(Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) adalah Rasio minimum yg didasarkan pd perbandingan antara modal dengan aktiva berisiko

Modal (Modal Inti + Modal

Pelengkap – Penyertaan)

CAR/KPMM =____________________

ATMR (Risiko Kredit dan

Risiko Pasar)

ATMR(Aktiva Tertimbang Menurut Resiko)

Adalah Resiko penyaluran dana dan resiko pasar, dalam hal ini resiko nilai tukar.

Misalnya diketahui modal bank sebesar Rp

Dengan mengetahui Rasio Kecukupan Modal (CAR) dapat diketahui berapa modal minimal yang harus dicapai bank apabila Bank Sentral menetapkan standar CAR tertentu dan bank memiliki sejumlah ATMR.

Jika ingin mengetahui berapa modal minimum yang harus dimiliki bank, dengan CAR = 8% (ketentuan minimal) sedang misalnya ATMR sebesar Rp 1.500 milyar, maka dapat dihitung:

Modal Bank (minimal) = ATMR x 8%

= 1.500 x 8%

= 120 milyar

  1. Hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan CAR, antara lain sbb:
    1. Dasar perhitungan kecukupan modal

Perhitungan didasarkan pada ATMR yang mencakup aktiva dalam neraca maupun aktiva administratif. Terhadap masing-masing aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada kadar golongan nasabah, penjamin, atau sifat barang jaminan

    1. Menghitung ATMR

ATMR diperoleh dengan jalan:

- mengalikan nominal masing-masing pos aktiva neraca dan aktivva administratif dengan bobot risiko (lihat tabel perhitungan car)

- menjumlahkan semua nominal hasil perkalian pos aktiva neraca maupun aktiva administratif.


  1. Latar Belakang dan Standar CAR

Pada dekade 1980-an terdapat ketimpangan struktur sistem perbankan internasional dengan indikasi:

    1. krisis pinjaman negara-negara Amerika Latin telah mengganggu kelancaran arus putaran uamh internasional
    2. persaingan”unfair” antara bank-bank Jepang dengan bank Amerika dan Eropa di pasar keuangan internasional. Bank-bank Jepang memberikan pinjaman amat lunak (bunga rendah) karena ketentuan CAR di Jepang amat ringan , yaitu antara 2%-3 %
    3. akibat persinagn tersebit, maka situasi pinjaman internasional menjadi terganggu dan turut pula mempengaruhi situasi perdagangan internasional. Hal ini dapat mempengaruhi likuiditas internasional

Berdasar ketiga indikasi tersebut, maka Bank for Internasional Settlements (BIS) menetapkan ketentuan dan perhitungan CAR yang harus diikuti oleh bank-bank di seluruh dunia, sebagai dasar kompetisi yang fair dalam pasar keuangan global. Rasio minimum CAR yang ditentukan oleh BIS adalah sebesar 8%.

  1. Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya CAR sebuah bank antara lain:
    1. Tingkat kualitas manajemen bank
    2. Tingkat likuiditas yang dimilikinya
    3. Tingkat kualitas asset
    4. Struktur deposito
    5. Tingkat kualitas dari sistem dan prosedurnya
    6. Tingkat kualitas dan karakter dari pemilik saham

Sabtu, 21 Maret 2009

Pengembangan Pemahaman Ekonomi Syariah Melalui Lembaga Pendidikan

Oleh : Nurlailah

Abstrak

Bank syariah yang muncul sejak tahun sembilan puluhan, sampai saat ini belum begitu dikenal oleh masyarakat. Indikator minimnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah, adalah minimnya jumlah nasabah di seluruh bank syariah, atau bank yang mengadakan kegiatan dengan sistem syariah. Hal itu dapat dimaklumi, sebab perbankan konvensional sudah beroperasi di Indonesia puluhan tahun yang lalu. Sedangkan perbankan syariah baru berdiri belasan tahun. Disamping itu, perbankan konvensional, terkadang memberikan hadiah yang cukup besar kepada nasabah, walaupun dengan cara undian. Sedangkan pada perbankan syariah, hadiah seperti itu belum dikenal atau barangkali tidak diperkenankan dalam perbankan syariah. Minimnya pemahaman terhadap perbankan syariah, tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam, tetapi juga terjadi di kalangan masyarakat akademis, di perguruan tinggi. Oleh karena sistem syariah yang diperlakukan pada bank-bank syariah, perlu dikenal oleh masyarakat, termasuk masyarakat akademis, maka seharusnya materi perbankan syariah diajarkan di seluruh program studi di perguruan tinggi, bukan hanya di Fakultas Ekonomi. Pemberian materi perbankan syariah di perguruan tinggi itupun, tidak cukup hanya dengan memberikan teori kepada mahasiswa, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk lembaga perbankan dengan sistem syariah di dalam kampus, sehingga mahasiswa mengetahui secara pasti praktek perbankan syariah tersebut. Bank syariah yang didirikan di perguruan tinggi tersebut, juga sekaligus akan menjadi laboratorium, tempat praktek perbankan oleh mahasiswa, dari berbagai program studi yang ada.

Kata kunci: perbankan syariah, perbankan konvensional, lembaga pendidikan.

A.Pendahuluan

Perbankan nasional saat ini, tidak hanya didominasi oleh bank konvensional, tetapi sejak tahun 1992 telah diramaikan juga oleh bank syariah. Sejak lahirnya Bank Muamalat tahun 1992, yang operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, maka persaingan bisnis perbankan, tidak hanya antara bank konvensional saja, tetapi muncul persaingan antara bank syariah dengan bank konvensional.

Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah bank syariah pertama di Indonesia. Dalam musyawarah nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Jakarta, MUI mengamanatkan dibentuknya kelompok kerja MUI. Hasilnya, pada tanggal 1 Mei 1992, BMI mulai beroperasi. Setelah menjadi pemain tunggal selama beberapa tahun, belakangan muncul dan tumbuh bank-bank baru, yang kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip syariah. Bank umum yang murni syariah selain BMI, adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI).

Bank Syariah muncul, adalah untuk menjalankan prinsip ekonomi sesuai dengan norma-norma yang terdapat dalam sumber primer ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis. Diantara cici-ciri ajaran Islam, dalam bidang ekonomi, adalah bersih dari praktek riba. Sebagian ulama berpendapat bahwa praktek bank-bank konvensional mengandung unsur riba. Indikator perbankan konvensional disebut riba adalah adanya tambahan dari modal pokok yang terdapat dalam praktek perbankan konvensional tersebut. Proses atau tahapan keharaman praktek riba, berpatokan pada ayat-ayat al-Qur’an, antara lain artinya sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kalian kepada Allah, supaya kalian mendapat keberuntungan Juga ayat al-Qur’an yang terjemahnya sebagai berikut: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba (yang berlum dipungut), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak meninggalkan sisa-sisa riba, maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu, dan jika kamu bertaubat (dari praktek tiba), maka bagimu pokok hartamu. Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Praktek ekonomi tanpa riba, sebenarnya bukan mempersulit umat Islam, tetapi justeru ingin membersihkan kehidupan mereka. Ayat-ayat tersebut di atas, menekankan tentang keharaman hukum riba, yang oleh sebagian ulama dianggap terdapat atau bahkan identik dengan perbankan konvensional, sehingga para pemikir Islam berusaha untuk mendirikan perbankan syariah yang bersih dari praktek riba.

Dengan adanya ayat-ayat yang melarang praktek riba, yang dapat dikatakan identik dan tidak dapat dipisahkan dengan bank konvensional, maka ulama-ulama Islam di Indonesia berkeinginan untuk mewujudkan bank syariah. Sebelum bank syariah tersebut muncul di Indonesia, bank syariah telah ada di beberapa negara Islam, misalnya : Saudi Arabia, Dubai, Jordan, Kuwait, Bahrain, Turki, Pakistan, Iran, Banglades, Senegal, Malaisia, dan di beberapa negara Eropah, misalnya: Swiss, dan London. Adanya bank-bank syariah di beberapa negara Islam tersebut , berpengaruh terhadap Indonesia.

B. Hakekat Bank Syariah

Pada awal operasinya, hakekat bank syariah belum banyak dikenal oleh masyarakat. Akibat lebih lanjut adalah belum diminatinya bank tersebut, bila dibanding dengan bank-bank konvensional. Landasan hukum bank yang menggunakan sistem syariah pada mulanya sudah tertuang dalam UU No. 7 tahun 1992. Namun pembahasannya mengenai sistem bagi hasil, diuraikan hanya sepintas dan merupakan “sisipan” belaka. Namun pada era reformasi diperjelas dalam UU No.10 tahun 1998. Dalam UU tersebut diatur dengan rinci landasan hukum , serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syariah. Juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional, untuk membuka cabang syariah atau bahkan menkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Selain itu, pada pertengahan tahun 2008 telah diterbitkan Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, yang memuat ketentuan-ketentuan operasional perbankan syariah.

Dengan adanya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah tersebut, maka diharapkan pengembangan perbankan syariah akan semakin meluas, dan lembaga pendidikan dapat merespon positif dengan membuka lembaga keuangan syariah di dalam lingkungannya. Bank syariah lebih dari sekedar bank dengan keragaman produk dan skema keuangan yang lebih bervariasi, fleksibel dan saling menguntungkan.

Bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), hingga akhir 2007, terdapat bank konvensional yang membuka Kantor Cabang (Kanca) Syariah, yang dikenal dengan Unit Usaha Syariah (UUS), yang sampai akhir tahun 2007 berjumlah 26 UUS, antara lain: BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Bukopin Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, Bank HSBC Syariah, BTN Syariah, BNK IFI Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Jabar Syariah, BPD Riau Syariah, BPD Kalimantan Selatan Syariah, BPD Sumatera Utara Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Nusa Tenggara Barat Syariah, BPD Kalimantan Barat Syariah, BPD Sumatera Selatan Syariah. Sedangkan Bank Umum Syariah berjumlah 3 bank, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI)

Industri perbankan di Indonesia mencatatkan prestasi yang cukup baik. Bank dengan sistem bagi hasil ini, semakin hari menunjukkan kiprahnya sejak keberadaannya 16 tahun yang lalu. Namun demikian, pemahaman sebagian masyarakat tentang bagaimana sesungguhnya operasional bank syariah, masih relatif terbatas. Hal ini terlihat dari masih minimnya jumlah nasabah bank syariah, atau bisa diduga karena masyarakat masih menganggap bahwa tidak ada bedanya bank syariah dengan bank konvensional. Atau bahkan yang menfonis bahwa sesungguhnya bank syariah, adalah bank konvensional yang diganti berbagai macam istilah, sehingga terlihat disyariatkan.

Memang bank syariah belum banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Bahkan umat Islam sendiri, belum banyak mengetahui bank syariah, lebih-lebih lagi mengenai kinerja keuangannya. Ketidakpahaman masyarakat Indonesia tentang bank syariah, dapat disebabkan oleh beberapa hal. Diantara beberapa hal tersebut adalah belum lamanya bank tersebut berkembang dan beroperasi di Indonesia, kurangnya informasi mengenai bagaimana operasional bank syariah, keterbatasan pemahaman masyarakat tentang dasar hukum yang digunakan, sistem bagi hasil yang tidak transparan, tidak meratanya perkembangan bank tersebut di seluruh daerah, dan masyarakat belum memahami perbedaan yang prinsip antara bank konvensional dengan bank syariah

Ketidaktahuan masyarakat tentang bank syariah, karena tidak meratanya penyebaran lokasi bank, terbukti dengan tidak dibukanya bank syariah tersebut pada setiap daerah, setidak-tidaknya daerah Kabupaten. Dengan realitas seperti ini, maka wajar masyarakat tidak mengetahui secara pasti, bagaimana kinerja bank syariah tersebut. Dengan keadaaan seperti ini, tidak mengherankan bila masyarakat tidak mengetahui bagaimana sistem bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah, dan tidak mengetahui perbedaan yang prinsip antara sistem bagi hasil yang diterapkan oleh bank syariah, dengan sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional selama ini.

Kondisi yang demikian, juga membawa dampak yang cukup besar, yaitu kurangnya minat masyarakat untuk menjadi nasabah bank syariah, baik sebagai penabung maupun sebagai peminjam. Masyarakat yang tidak mengetahui persis bagaimana kinerja keuangan bank syariah, dapat menduga bahwa kinerja keuangan bank syariah tidak begitu bagus, seperti kinerja bank konvensional. Inilah salah satu sebab yang mengurangi minta masyarakat terhadap bank syariah.

C. Pengembangan Pemahaman Bank Syariah di Lembaga Pendidikan

Oleh karena masih minimnya pemahaman dan minat masyarakat terhadap bank syariah, seperti dikemukakan di atas, maka masih sangat perlu ditingkatkan pemahaman masyarakat, termasuk masyarakat akademis, terhadap bank syariah tersebut. Pemahaman terhadap bank syariah, terasa lebih penting lagi bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Ada dua alasan mengapa pemahaman terhadap bank syariah tersebut perlu dikembangkan di lembaga pendidikan Islam.

Pertama, bank syariah adalah kebutuhan yang tidak dapat dielakkan, sebab menurut Sutan Remy Syahdeini, saat ini sulit untuk menemukan ilmuwan muslim dengan otoritas keagamaan yang tinggi, yang mendukung penafsiran pragmatis dari riba dan yang mendukung transaksi-transaksi yang berdasarkan bunga. Lebih lanjut, menurut Sutan Remy Sjahdeini, penafsiran yang sempit mengenai riba yang berpendapat bahwa bunga perbankan modern adalah riba, telah menimbulkan kebutuhan terhadap perlunya didirikan lembaga-lembaga keuangan yang kegiatan usahanya berdasarkan selain bunga. Jadi, dalam hubungan inilah, bank syariah merupakan pengganti dari sistem perbankan konvensional.

Adapun tujuan pengembangan perbankan syariah itu sendiri adalah mencapai kesuksesan yang hakiki dalam berekonomi, berupa tercapainya kesejahteraan yang mencakup kebahagiaan (spiritual) dan kemakmuran (material) pada tingkatan individu dan masyarakat.

Agar tercapai tujuan tersebut, dalam pelaksanaan kegiatan perbankan syariah selain mengacu pada UU perbankan syariah di atas, maka diperlukan juga beberapa fondasi ekonomi syariah yang mencakup antara lain sebagai berikut:
– Meletakkan tata hubungan bisnis dalam konteks kebersamaan universal (ukhuwah) untuk mencapai kesuksesan bersama
– Kaidah –kaidah hukum muamalah (syariah) di bidang ekonomi yang membimbing aktivitas ekonomi, sehingga selalu sesuai dengan syariah
– Budi pekerti (akhlak) yang membimbing aktivitas ekonomi senantiasa mengedepankan kebaikan sebagai cara mencapai tujuan
– Ketuhanan Yang Maha Esa (aqidah) yang menimbulkan kesadaran bahwa setiap aktivitas manusia memiliki akuntabilitas ketuhanan, sehingga menumbuhkan integritas yang sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan market discipline

Di Indonesia, yang penduduk muslimnya berjumlah lebih kurang 85% dari keseluruhan penduduk, sangat terasa akan kebutuhan terhadap bank syariah, sebab dalam kenyataannya, sejarah belum pernah mencatat adanya bank syariah yang bankrut, akibat krisis ekonomi yang menimpa sebuah negara yang memiliki bank syariah. Berbeda dengan bank syariah, bank konvensional banyak yang terpuruk dan bankrut, akibat krisis ekonomi di Indonesia. Dengan bertahannya perbankan syariah dari krisis ekonomi tersebut, maka dapat dibaca di media cetak, bahwa terdapat beberapa bank yang ingin mengkonversikan diri dari bank umum, menjadi bank syariah atau melakukan pula kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah dengan membuka cabang-cabang yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Salah satu penyebab terjadinya konversi tersebut, menurut Sutan Remy, adalah karena bank konvensional tersebut mengalami kerugian, akibat negarive spread (selisih negatif antara bunga tabungan dengan bunga pinjaman).

Ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1998, Bank-bank tersebut mengalami negatif spread, karena di satu pihak harus membayar bunga simpanan yang sangat tinggi, sedangkan di pihak lain bunga pinjaman (baik untuk kredit baru maupun kredit yang sedang berjalan), dibebani tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga simpanan. Disamping itu, juga disebabkan oleh kredit-kredit yang semula lancar, akhirnya menjadi kredit bermasalah, yang tidak menghasilkan bunga (menjadi non performance loans). Sebagai akibat negative spread tersebut, bank-bank konvensional mengalami kerugian yang luar biasa besarnya, bahkan banyak yang modalnya negatif, karena memikul kerugian tersebut.

Berbeda dengan perbankan konversional, perbankan syariah walaupun dalam keadaan krisis ekonomi tetap bertahan, karena bank syariah tidak berbasis bunga tetapi berdasarkan prinsip bagi hasil atau profit and loss sharing principle. Dalam prinsip profit and loss sharing principle ini, pihak bank syariah tidak memiliki kewajiban untuk membayar bunga tinggi kepada para nasabah, seperti yang berlaku pada bank konvensional, tetapi bank syariah hanya membayar bagi hasil. Dalam hal ini, jika keuntungan bank syariah tinggi, maka pihak bank membayar bagi hasil yang tinggi pula kepada para nasabah. Sebaliknya, jika keuntungan bank syariah rendah, maka pihak bank syariah cukup memberikan bagi hasil yang rendah juga kepada para nasabah. Jadi, disinilah perlunya meningkatkan pemahaman terhadap perbankan syariah melalui lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam. Dengan usaha pemahaman seperti ini, maka masyarakat semakin menyadari bahwa sistem ekonomi Islam adalah sistem yang berkeadilan, persis seperti yang dikehendaki al-Qur’an, yaitu la tadlimuna wala tudlamuna. (tidak ada yang dirugikan, tetapi justeru saling diuntungkan).

Kedua, peningkatan pemahaman terhadap bank syariah pada lembaga pendidikan Islam khususnya, sangat penting dilakukan, karena masalah ekonomi bukan hanya masalah masyarakat tertentu, tetapi kepentingan masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, peningkatan pemahaman terhadap bank syariah, bukan hanya diberikan pada Fakultas Ekonomi, atau jurusan ekonomi, atau program studi ekonomi saja, tetapi harus diberikan pemahaman kepada seluruh program studi di lembaga pendidikan, lebih-lebih lagi lembaga pendidikan Islam. Peningkatan pemahaman terhadap bank syariah oleh seluruh mahasiwa di perguruan tinggi Islam perlu dilakukan, karena masyarakat pada umumnya mengenal mahasiswa di perguruan tinggi Islam, sebagai orang-orang yang menguasai segala permasalahan keagamaan. Mereka tidak mengenal spesialisasi keilmuan, yang cukup beragam yang terdapat pada lembaga Islam. Bila terdapat seorang sarjana agama, maka masyarakat menganggap bahwa sarjana tersebut memahami segala permasalahan keagamaan Islam, termasuk perbankan syariah.

D.Konsep perbankan syariah di lembaga pendidikan Islam.

Peningkatan pemahaman perbankan syariah di kalangan mahasiswa di lembaga pendidikan Islam, tidak cukup hanya berupa teori saja, tetapi harus disertai praktek nyata, bagaimana operasional perbankan syariah tersebut. Oleh karena itu, perlu didirikan lembaga keuangan di setiap lembaga pendidikan Islam, walaupun mungkin bersifat terbatas untuk kalangan kampus, misalnya Baitul Mal Wa Tanwil (BMT),atau Bank Mini Syariah. Kalaupun lembaga pendidikan belum mampu mendirikan Lembaga keuangan Bank secara mandiri, maka bisa melakukan kerja sama dengan perbankan syariah yang sudah ada.

Adapun Konsep- konsep yang dikenal dalam sistem ekonomi syariah terdiri dari: Pertama, konsep simpanan murni (al-wadi’ah), yaitu produk bank syari’ah, dengan maksud untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang memiliki kelebihan dana, untuk menyimpan dananya dalam bentuk tabungan wadiah maupun giro wadiah. Wadiah adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Adapun imbalan yang diberikan bank adalah berupa bonus. Kedua, konsep bagi hasil (syirkah), yaitu suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produknya adalah berdasarkan prinsip mudharabah berupa tabungan dan deposito serta pembiayaan mudharabah . Disamping itu, konsep bagi hasil juga diterapkan dalam prinsip musyarakah berupa pembiayaan dan penyertaan. Ketiga, konsep jual beli (al-tijarah) yaitu suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan oleh nasabah, atau mengangkat nasabah sebagai agen bank untuk melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Bentuk produk ini berupa prinsip murabahah, salam, dan istishna’.

Keempat, konsep sewa menyewa (al-ijarah), yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah terdiri dari dua jenis yaitu: 1)Ijarah, sewa murni, misalnya persewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease), dan 2) Ijarah al-muntahiya bit tamlik, merupakan penggabungan sewa dan beli, di mana penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). Kelima, konsep jasa atau fee ( al-ajr wa al-umulah) yang meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank, misalnya kliring, inkaso, transfer, dan lain-lain.

Dalam konsep bagi hasil (syirkah) misalnya, seorang nasabah menyimpan uang pada bank syariah, tidak mengenal istilah bunga. Ketika pihak bank syariah mengalami penurunan keuntungan dari hasil usaha yang dilakukan, pihak bank syariah tentu akan memberikan bagi hasil kepada nasabah dengan jumlah yang sedikit. Sebaliknya, pada saat bank syariah mengalami keuntungan yang tinggi dari hasil usaha perbankan yang dijalankannya, maka pihak perbankan syariah akan membagi hasil yang besar juga kepada pihak nasabah.

Jadi, pihak nasabah tidak akan menuntut keuntungan atau bagi hasil yang tinggi, pada saat pihak perbankan syariah mengalami keuntungan yang sedikit. Hal ini berbeda dengan sistem bunga yang diterapkan pada bank konvensional. Pada bank konvensional, pada saat nasabah menabung, sudah ditetapkan bunga yang akan dia terima. Di tengah perjalanan, misalnya pihak perbankan mengalami kerugian, pihak nasabah tidak peduli walau perbankan konvensional mengalami kerugian. Nasabah hanya mengetahui bahwa hak dia, adalah seperti yang dijanjikan sejak awal oleh pihak perbankan. Oleh karena itu, nasabah tetap menuntut bunga , seperti yang dijanjikan, walaupun pihak perbankan mengalami kerugian yang besar. Dengan cara seperti ini, maka pemahaman mahasiswa terhadap perbankan syariah, akan lebih mendalam. Dengan cara seperti itu pula, mahasiswa pun akan mampu menjelaskan kepada masyarakat umum mengenai perbankan syariah dengan tepat dan benar, sehingga masyarakat tidak salah paham lagi terhadap perbankan syariah. Selanjutnya diharapkan masyarakat akan berminat kepada perbankan syariah.

Konsep lain yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah sistem jual beli (al-tijarah). Sistem ini adalah suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, di mana bank sebagai pejual, sedangkan nasabah bertindak sebagai pembeli. Harga yang ditetapkan oleh bank adalah sebesar harga beli ditambah margin (keuntungan), sesuai kesepakatan antara nasabah dengan pihak bank. Dalam konsep jual beli ini, setelah bank mengambil keuntungan (margin), bank memberikan kesempatan kepada nasabah untuk mengangsur barang tersebut sesuai waktu yang disepakati antara nasabah dengan pihak bank syariah.

D. Kesimpulan

Dari uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah, belum banyak dikenal di kalangan masyarakat. Minimnya pemahaman terhadap perbankan syariah, dibuktikan dengan minimnya nasabah yang bertransaksi dengan perbankan syariah yang sudah ada. Minimnya pemahaman terhadap perbankan syariah, tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam, tetapi juga di kalangan masyarakat akademis. Ketidakpahaman masyarakat akademis terhadap perbankan syariah, terjadi, karena masalah keuangan hanya diajarkan di Fakultas Ekonomi, atau program studi ekonomi saja. Padahal persoalan ekonomi, apalagi ekonomi Islam, adalah persoalan seluruh umat Islam. Dengan demikian, sudah saatnya pemahaman terhadap sistem perbankan syariah perlu diberikan di seluruh program studi yang ada di perguaraun tinggi, terutama perguruan tinggi Islam.

Daftar Kepustakaan
Antonio, Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, 2001, Jakarta, Gema Insani.
Bank Indonesia, Laporan Perekonomian, 2007, Bank Indonesia.
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, 2005, Yogyakarta, UPP-AMP YKPN.
Syahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, 2005, Jakarta, Pustaka Utama Grafitti.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an. Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1977. Jakarta, Bumi Restu.

Selasa, 27 Januari 2009

manajemen perbankan

MANAJEMEN LIKUIDITAS BANK
Pengertian Likuiditas
1. likuiditas berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumlah tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. (Joseph E. Burns)
2. likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban nyang telah jatuh tempo, dan memenuhi permintaan kredit tanpa ada penundaan. (Oliver G.Wood,Jr)
3. likuiditas adalah memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajibannya. (William M.Glavin)
Pengertian manajemen likuiditas
1. manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan dana cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan (Duane B Graddy)
2. Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang.(Oliver G.Wood,Jr)

Tujuan
Untuk mengukur kemampuan bank dalam menyelesaiakn kewajiban jangka pendek

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan likuiditas
1. Kewajiban reserve adalah rasio antara komponen-komponen alat likuid dengan komponen-komponen kewajiban bank yang harus dipelihara bank dalam setiap periode tertentu
Bentuk kewajiban reserve adalah Giro Wajib Minimum (GWM)
Yaitu simpanan minimum bank umum dalam bentuk giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). 

KOMPONEN DPK RUPIAH DAN VALAS

Komponen DPK Rupiah (tdk termasuk dana dari BI dan bank lain) Komponen DPK valas (termasuk dana dari BI dan Bank lain)
 Giro wadiah
 tabungan mudharabah
 deposito investasi mudharabah
 kewajiban lainnya  giro wadiah
 deposito investasi mudharabah
 kewajiban lainnya

Perhitungan GWM dalam rupiah

Jumlah saldo giro pada BI x 100% = > 5 %
  Jumlah DPK

Contoh:
 a. Saldo giro pada BI Rp 503.482
 
 b. Dana Pihak Ketiga
  - Giro Rp 1.093.163
  - tabungan mudharabah Rp 1.757.148
  - deposito mudharabah Rp 3.607.823
  - kewajiban lainnya Rp 41.543
  Jumlah Rp 6.499.677

 Porsentase giro wajib
  503.482
  X 100% = 7.75%
6.499.677
 
 Kelebihan/kekurangan Giro Wajib Minimum
 a. Jumlah giro pada Bank Indonesia RP 503.482
 b. Jumlah GWM pada BI yang wajib dipelihara 
  5% x 6.499.677 Rp 324.983.85 –
  Kelebihan Rp 178.498.15
  

2. Tipe-tipe dana yang ditarik oleh bank
Pihak bank harus jeli dalam menyikapi jenis tabungan yang sering ditarik nasabah.
3. Komitmen bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau investasi

Instrumen Likuiditas Bank Syariah di Indonesia

1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah

Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI tentang SBIS berlaku per 31 Maret 2008 sebagai pengganti SWBI
 SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh BI.
 Akad yang digunakan adalah akad ju’alah. Dengan akad tersebut, maka bank syariah yang menempatkan dana pada SBIS berhak mendapatkan upah (ujrah) atas jasa membantu pemeliharaan keseimbangan moneter Indonesia.
 Peserta SBIS wajib memiliki financing to deposit ratio (FDR) minimal 80 % 
 peserta yang dibolehkan ikut hanya Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) yang memiliki FDR sesuai dengan yang ditetapkan.
 Mekanisme penerbitan SBIS menggunakan sistem lelang 

Karakteristik SBIS
  1. menggunakan akad ju'alah*
  2. satuan unit sebesar Rp1 juta
  3. berjangka waktu paling kurang satu bulan dan paling lama 12 bulan;
  4. diterbitkan tanpa warkat (scripless)
  5. dapat diagunkan kepada Bank Indonesia, dan
  6. tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 

*Berdasarkan fatwa DSN-MUI, SBIS juga dapat diterbitkan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, wadiah, qardh, dan wakalah.
Konsep Fiqh.
Menurut fiqh muamalah, ju’alah ialah pemberian fee (hadiah) kepada pihak yang berhasil memenangkan (melaksanakan) suatu pekerjaan atau prestasi tertentu. Para ulama membolehkan ju’alah berdasarkan Alquran surah Yusuf : 32 tentang kisah Nabi Yusuf yang mengatakan, “Siapa yang dapat mengembalikan piala raja yang hilang, maka ia akan memperoleh (hadiah) makanan seberat beban unta dan aku menjaminnya”.
Bank syariah yang berhasil memenangkan lelang SBI syariah akan diberi fee (ujrah), hadiah oleh Bank Indonesia sebesar SBI biasa, yakni 7.97 % atas jasanya membantu pengendalian dan pemeliharaan keseimbangan moneter Indonesia .Pemberian ini didasarkan pada prinsip ju’alah.


Dalam perspektif ushul fiqh, pemberian itu dapat pula dipandang sebagai hajat bahkan darurat dan karena itu ia digolongkan sebagai maslahah. Al-Hajah qad Tanzilu Manzilatat Dharurah. Hajat tersebut ialah untuk mendukung dan membantu bank-bank syariah yang masih bayi agar bisa lebih kompetitif dan bersaing dengan bank konvensional. Jika tidak dilakukan hal tersebut, maka bank-bank syariah akan semakin menurun daya saingnya dan tidak kompetitif di tengah masyarakat yang rasional.
Qaidah Fiqh berbuyi, Ma La Yudraku kulluh la yutraku kulluh. (sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan secara sempurna (100%), jangan ditinggalkan semuanya. Jadi, jika bank syariah belum sempurna 100% melaksanakan syariah, jangan tinggalkan bank syariah, lalu semua kita kembali ke bank konvensional. Harusnya kita lebih memilih bank yang syariahnya 90 %, dibanding bank yang sama sekali ribawi.

SBI Syariah hanya sebagai instrumen alternatif sementara ketika bank mengalami over likuiditas.
2. Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah (FPJPS )
FPJPS digunakan jika bank menghadapi risiko likuiditas berupa kesulitan pendanaan jangka pendek
Cara yang ditempuh jika bank mengalami kekurangan likuiditas antara lain:
a. mengupayakan dana dari kantor pusat bank konvensional (bagi UUS)
b. mengupayakan pembiayaan melalui Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
Piranti yang digunakan dalam PUAS adalah Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank (IMA)

Tujuan 
Agar kelangsungan kegiatan usaha bank syariah dan kelancaran sistem pembayaran dapat terpelihara. 

Rumus perhitungan imbalan sertifikat IMA adalah: X=P x R x t/360 x k

Keterangan :
X : Besarnya imbalan pada bank penanam dana
P : Nilai nominal investasi
R : Tingkat realisasi imbalan Deposito Investasi Mudharabah (sebelum didistribusikan)
t : Jangka waktu investasi
k : Nisbah bagi hasil untuk bank penanam dana

Contoh: 

Misalkan R Deposito investasi mudharabah BMI pada bulan April 2008 jangka waktu 1 bulan sebesar 8%, kemudian pada bulan Mei 2008 Bank Syariah Mandiri (BSM) menanamkan dana pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) dalam bentuk sertifikat Investasi Mudharabah (IMA)sebesar Rp 20 jt selama 30 hari)dengan nisbah bagi hasil yang disepakati 70:30.Berapa imbalan IMA yang diterima oleh BSM?

Imbalan Sertifikat IMA yang diterima BSM pada bulan Mei 2008 adalah

X = 20.000.000 x 8% x 30/360 x 0,70 = Rp 93.333,33

Rasio yang digunakan dalam aspek likuiditas bank antara lain sebagai berikut:

1. Cash Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo melalui cash assets atau alat likuid yang dikuasai yang dimiliki bank.

Cash ratio adalah perbandingan cash assets/alat likuid yang dikuasai bank dengan kewajiban yang segera dibayar (titipan dana nasabah, beban bagi hasil obligasi, biaya yang masih harus dibayar,titipan dana sosial,dll)

Rumus yang digunakan adalah;

  Alat likuid yang dikuasai bank 
Cash ratio =
  Kewajiban yang segera dibayar

Contoh
  1.500.000
Cash ratio = x100% = 103%
  1.450.000

2. Financing to Deposits Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kepada para penyimpan dana dengan jaminan pembiayaan yang diberikan.

FDR adalah perbandingan antara pembiayaan yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga

Rumus yang digunakan adalah:

  Total pembiayaan
Financing to Deposits Ratio = x 100%
  Total DPK
 
Contoh
  
  68.000.000
 FDR = x 100 % = 85.5%
  79.500.000

 
BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA (BLBI) (Liquidity Support)
Definisi: 
Adalah bantuan yang diberikan kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas(mis,terjadi rush,kalah kliring,dll) dalam operasinya sehari-hari.
Tujuan:
Memberikan jaminan terhadap simpanan dana masyarakat pada bank-bank dalam upaya pemerintah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan
Jenis-jenis BLBI
1. Saldo giro negatif/saldo debet
Bantuan untuk bank karena kalah kliring
2. Fasilitas diskonto I
Bantuan likuiditas jk wkt 2 hari dan dpt diperpanjang dua kali masing-masing satu hari
3. Fasilitas diskonto I Repo
Bantuan untuk bank sehat yg tdk memiliki SBI tetapi mengalami kesulitan likuiditas akibat krisis moneter sehingga melanggar GWM dan saldo giro negatif.
Fasilitas berupa pemberian pinjaman dg jk wakt 7 hari dan dapat diteruskan selama 3 kali 7 hari
4. Fasilitas diskonto II
Bantuan selama 90 hari dan dapat diperpanjang dua kali, masing-masing 30 hari
Fasilitas diskonto I , fasilitas diskonto I Repo, dan fasilitas diskonto II tdk berlaku lagi sejak tgl 6 Maret 1998
5. SPBU Khusus
Bantuan berjangka waktu antara 3 s/d 18 bulan dg diskonto 27 % pertahun dibebankan di muka
6. New Fasilitas Diskonto (New Fasdis)
Berlaku sejak 6 Maret 1998 fasilitas pinjaman untuk menutup pelanggaran GWM atau mengantisipasi terjadinya saldo giro negative, dengan jk wakt 7 hari dan bisa diperpanjang sebayak-banyaknya 2 kali 7 hari. Tk diskonto 200% dari suku bunga JIBOR (suku bunga antar bank)
Sejak 6 April 1998 jk wkt diubah menjadi 1 bulan dg tk diskonto 150%, dan sejak 1 Juli 1998 tk diskonto diubah lagi menjadi 125%, dengan jaminan SBI, surat berharga atau aset lainnya.
7. Fasilitas Dana Talangan untuk Bank-Bank yang dilikuidasi dan dibekukan
Diberikan kepada Bank Dalam Likuidasi(BDL) dan Bank Beku Operasi (BBO) untuk menjaga kepercayaan masyarakat pada bank 
Alternatif Solusi BLBI
1. Pemerintah cq BPPN mengambil alih hak tagih(cessie) thdp bank penerima BLBI
2. pembuatan akta cessie thdp semua bank penerima BLBI
3. pembayaran BLBI selebihnya dilakukan dengan cara menerbitkan Surat Utang Pemerintah, dll.
Tindakan BPPN terhadap penerima BLBI, antara lain:
a. Master Setlement and Acquisition Agreement(MSAA)
Pemegang Saham Pengendali (PSP) bank memilki asset cukup untk menyelesaikan kewajibannya pd pemerintah 
b. Master Refinancingf and Note Issuance Agreement (MRNIA) atau Master Recognition Agreement (MRA)
Nilai asset tdk cukup untuk mencover total utang, shg pemegang saham menanggung kekurangan asset.
c. Penyertaan Modal Sementara
Konversi BLBI menjadi Penyertaan Modal Sementara (PMS) melalui SK Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur BI 26 Maret 1999 dikeluarkan kesepakatan rekapitalisai bank-bank berstatus BTO, yaitu BCA, Bank Tiara, Bank Danamon, dll
d. Penyelasian Kewajiban Pemegang Saham Pengendali (PKPSP)
Mekanisme PKPSP melalui bentuk penandatangan Akta Pengakuan Utang (APU), namun PSP bank tetap bertanggung jawab atas kekurangan pelunasan BLBI bila hasil penjualan asset tdk mencukupi.
e. Jerat Hukum BLBI
Penyelesaian dilakukan melalui jalur hukum.  

KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA
Definisi 
Adalah kredit yang diberikan BI untuk membiayai kredi-kredit program pemerintah yang disalurkan melalui bank umum mis,KUT,Kredit pada KUD, koperasi,KPRS, dll.
Tujuan
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial. 
Tk bunga KLBI rendah karena subsidi bunga dari pemerintah untuk masyarakat ekonomi lemah dibebankan pada RAPBN
 


Ada 4 rekening pokok alat likuid bank, yaitu
f. kas pada vault, mrpkn uang tunai yang dipelihara oleh bank yang memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari
g. giro pd Bank Sentral, mrpk giro wajib minimum sbg pemenuhan statutory reserve requirement yg besarnya ditetapkan BI berdasarkan persentase tertentu dari DPK
h. Giro pd bank lain, yg berisi semua simpanan pd bank koresponden yg dimaksudkan u/menunjang transaksi antar bank, seperti transfer, inkaso,L/C,dll.
i. Item-item uang tunai yg masih dlm proses inkaso, yg terdiri dari cek-cek BI atau bank koresponden yg blm sec efektif dikreditkan pada rekening bank pada BI atau bank koresponden